Perkenalkan saya Dedeh Ratnanengsih, sahabat boleh panggil saya dengan Dedeh. Saat ini sudah hampir satu tahun setelah saya mengikuti tes STIFIn pada tahun 2019 lalu. Pengalaman mengikuti tes STIFIn banyak memberikan kesan yang sangat berarti. Saya menemukan hikmah penting dalam hidup yang membuat saya lebih fokus dan bersyukur dengan kelebihan yang Allah berikan serta bersabar atas kelemahan yang ada. Hasil tes STIFIn menyebutkan bahwa saya memiliki mesin kecerdasaan Insting (In). Kecerdasan yang bahkan saya sendiri awalnya tidak menyangka diberikan Allah tanpa sedikitpun memintanya.
Saya merasa terlambat mengetahui hasil tes STIFIn saya sekarang. Banyak keputusan sebelumnya yang tidak seharusnya saya pilih, namun saya sangat menyadari penyesalan tak akan berarti jika tanpa perbaikan setelahnya. Cerita dimulai saat saya sudah tidak nyaman dengan tempat bekerja saat itu, mudah terpancing untuk marah bahkan tidak tahu apa saya inginkan sebenarnya. Hidup ketika itu benar-benar tidak berarti dan tidak tau mau kemana.
Pengalaman Mengikuti Tes STIFIn Banyak Memberi Kesan
1. Menerima Hasil Tes STIFIn dengan Lapang Hati
Segala sesuatu yang mengkhawatirkan akan berkurang dengan penerimaan yang baik. Menerima sepenuh hati bahwa hasil tes STIFIn Insting adalah kecerdasan terbaik yang Allah berikan kepada saya. Meyakininya sebagai modal dasar agar saya bisa berperan menjadi sebaik-baik makhluk di muka bumi. Peran terbaik tersebut semata-mata adalah bekal untuk mempersiapkan diri kembali kepada Allah kelak.
Awal penerimaan saya tidak semata-mata terbentuk begitu saja. Sebelum mengikuti tes STIFIn saya pernah mengikuti tes kepribadian lainnya, tapi setelah mengikuti tes tersebut saya tidak menemukan jawaban apa yang harus saya lakukan setelahnya agar hidup terasa nyaman (gue banget). Ternyata memang tes tersebut bisa berubah ketika saya mengulanginya. Sedangkan tes STIFIn hasilnya tidak akan berubah seumur hidup jika saya mengulangi tesnya. Hal ini sesuai dengan teori pemuliaan tanaman yang saya pelajari saat masih di kampus bahwa fenotip tanaman yang dihasilkan adalah gabungan antara sifat genetik dan lingkungan yang mendukungnya. Ini berlaku juga pada manusia dimana sifat genetik tidak akan berubah.
2. Mengetahui Cara Efektif dan Efisien Menghadapi Traumatik
Salah satu perkataan promotor STIFIn yang saya ingat betul ketika melakukan tes STIFIn, “Kamu pasti sering menghapus kontak orang-orang yang tidak membuat nyaman.” Sontak saya sangat kaget mendengarnya, karena beberapa bulan sebelum tes STIFIn memang saya menghapus beberapa kontak di handphone saya. Tentu pernyataan yang diutarakan oleh promotor STIFIn benar adanya. Lalu promotor STIFIn tersebut melanjutkan,
“Insting itu memiliki kecerdasan otak tengah yang menyangga otak lainnya sehingga ketika bersujud posisi otak berada paling atas. Ini alasan kenapa seorang Insting seharusnya bisa mengobati rasa traumatiknya dengan selalu mendekatkan diri pada Allah karena otaknya memiliki potensi paling besar untuk bisa mencapai ketenangan dengan terus berinteraksi dengan-Nya.”
Penjelasan yang tak bisa saya bantah lagi karena memang saat itu saya merasa tidak yakin dan selalu khawatir atas apa yang Allah berikan, salah satunya sangat mungkin karena saya tidak khusyuk saat berinteraksi dengan-Nya.
3. Menggali Hikmah Dari Setiap Keputusan yang Dipilih Sebelum Tes STIFIn
Keputusan hidup yang sangat terasa salah satunya adalah memilih jurusan IPA ketika SMA. Melalui fase ini memang tidak mudah, saya tidak begitu suka menjadi anak IPA banget. Walaupun ketika itu saya sangat menyukai mata pelajaran Biologi. Akhirnya ketika kuliah mengambil program studi pertanian, alasan utama saya supaya bisa belajar biologi khususnya biologi tumbuhan. Selama kuliah tidak ada kesulitan yang begitu berarti, namun setelah lulus merasa tidak ahli dalam bidang yang saya pelajari. Setelah tes STIFIn, saya sangat menerima bahwa saya cenderung tidak tuntas ketika belajar. Sering mempelajari sesuatu hanya sebatas kulitnya, tapi tidak sampai tuntas mendalam.
Setelah lulus kuliah, saya pernah bekerja di luar bidang yang saya pelajari di kampus. Beberapa bulan setelah menjalani pekerjaan tersebut saya merasa kurang nyaman dengan hal yang dijalani. Rasa tidak nyaman itu semakin memuncak, saya putuskan untuk mengikuti tes STIFIn atas rekomendasi dari seorang teman. Hasilnya membuat saya terkejut, ternyata bidang pekerjaan tersebut sangat sesuai dengan mesin kecerdasaan yang saya miliki. Namun saya sangat menyadari ada hal-hal yang membuat saya tidak bertumbuh, yaitu faktor kebeperanan saya dalam setiap aktivitas, sedangkan seorang Insting sangat ingin perannya itu berarti bagi orang-orang yang ia lengkapi kontribusinya.
4. Merencanakan Peran yang Dipilih Setelah Tes STIFIn
Masih segar dalam ingatan, setelah selesai sesi konsultasi bersama promotor STIFIn, beliau menanyakan rencana peran yang akan saya ambil setelah tes. Tujuan saya sejak awal selain untuk mengenal diri yang sesungguhnya adalah menemukan peran yang akan membuat bertumbuh. Saya menjawab dengan mantap untuk memutuskan resign dari pekerjaan sebelumnya dan mengikuti rekrutmen program pengabdian masyarakat.
Beberapa minggu setelah tes STIFIn, atas kehendak Allah rencana saya terealisasi. Saya menjadi fasilitator sebuah program pengabdian masyarakat bersama dosen di kampus tempat saya kuliah. Tugas saya membantu dosen dalam melaksanakan program pengabdian yang mereka lakukan, dari melakukan survei lokasi hingga pembuatan jurnal pengabdian masyarakat. Berinteraksi dengan masyarakat di lingkar kampus, mengetahui potensi-potensi kelurahan atau desa setempat. Keputusan yang tidak pernah disesali dan saya sangat menjalaninya dengan nyaman.
Salah satu hal yang saya kerjakan ketika itu adalah harus memublikasikan kegiatan ke berbagai media cetak online. Saya menyusun press release dari setiap kegiatan yang membuat potensi saya dalam merangkai kata juga terasah. Saya masih ingat betul salah satu testimoni dosen yang merasa sangat terbantu dengan adanya fasilitator. Saya merasa bahagia akan hal itu dan membuktikan sendiri hasil tes STIFIn bahwa kemistri saya dalam hal apapun, termasuk bekerja adalah kebahagiaan.
Saya jadi banyak teringat keputusan-keputusan yang saya ambil tahun lalu, setelah program pengabdian selesai. Allah memberikan kesempatan lagi untuk saya bergabung dalam sebuah proyek pendampingan petani padi di Kabupaten Kepulauan Morotai Maluku Utara, salah satu pulau terluar di Indonesia Timur. Proyek ini pun sangat menambah banyak pengalaman. Proyek ini tidak hanya membuat saya belajar lebih mendalam lagi tentang budidaya padi, tapi membuat saya belajar bermasyarakat dengan penduduk setempat yang memiliki latar belakang bahasa dan budaya yang berbeda. Saya merasa bahagia dengan peran yang diberikan pada proyek ini, meskipun tantangan yang saya hadapi di lapangan tidak mudah. Kedua kalinya saya pun merasakan sendiri dari hasil tes STIFIn bahwa seorang Insting akan sangat merasa senang jika ikut terlibat dalam sebuah proyek.
5. Belajar Tuntas pada Peran yang Saya Pilih
Ciri Insting yang belum cerdas adalah tidak tuntas. Tampaknya sayapun merasa tidak tuntas dengan peran-peran yang saya ambil ataupun dalam hal belajar. Setelah mengikuti program pendampingan di Morotai, saya memilih untuk tidak berhenti belajar tentang padi. Meskipun belum mendapatkan kesempatan menjadi pendamping petani lagi. Keluarga saya memiliki sawah yang hasilnya cukup untuk kami konsumi setiap musimnya. Saya meniatkan diri untuk belajar pada petani di sawah keluarga saya sendiri.
Saya memiliki visi sederhana untuk peran yang ingin saya ambil di masa depan yaitu menjadi pelopor ketahanan sayur keluarga. Sejak saat ini saya memiliki hobi memanfaatkan pekarangan rumah dengan menanam sayur-sayuran. Berharap suatu saat nanti bisa menciptakan gerakan, menjadi insprasi masyarakat dalam membangun ketahanan pangan keluarga.
Alasan mendasar saya tidak ingin lepas dari kegiatan bercocok tanam adalah karena bertani sejatinya memupuk kemenangan. Kata kemenangan dalam bahasa Arab adalah al falah yang memiliki kata dasar yang sama dengan bertani yaitu falah. Pertanian mengajarkan kemenangan, dimulai dari menyemai benih, merawatnya hingga mendapatkan hasilnya. Kegiatan bertani juga akan menguatkan akidah karena dapat mendekatkan seorang hamba dengan Tuhannya. Hal ini dapat dilihat berupa kekuasaan Allah di setiap proses pertumbuhan tanaman juga akan melatih ketawakalan bahwa setiap hasil yang didapat datangnya dari Allah. Ini juga merupakan cara saya agar lebih bersabar sehingga menekan kelemahan saya sendiri sebagai seorang Insting yang memiliki potensi temperamental.
Cita-cita saya yang lain adalah kelak saya ingin membantu orang-orang dalam mengenali dirinya. Oleh sebab itu, kini saya belajar STIFIn di STIFIn Family dan berperan sebagai penulis artikel pada websitenya. Tentu saja saya ingin mengasah potensi sebagai seorang Insting (In) dalam merangkai kata dan merangkum bacaan dengan menguraikannya kembali melalui tulisan. Saya percaya dengan perkataan Albert Einstein,
“Setiap orang itu jenius. Tetapi jika Anda menilai ikan dengan kemampuannya untuk memanjat pohon, percayalah itu adalah bodoh.”
Saya adalah seorang ibu yang perannya menjadi sekolah pertama bagi generasi setelah saya kelak. Memetakan mereka sesuai dengan potensi yang dimiliki dengan niat akan memudahkan mereka taat kepada Allah dan memberikan manfaat yang seluas-luasnya kepada manusia, serta menjadikan mereka sebaik-baik makhluk. Semoga sedikit ilmu STIFIn yang sedang dipelajari tidak menjadikan diri yang sombong, justru agar menyadari bahwa segala ilmu yang didapatkan sejatinya dari Allah. Ilmu tersebut digunakan untuk sebaik-baik peran di dunia agar kelak kembali kepada-Nya dengan keadaan terbaik. Aamiin
Semoga dari cerita saya tentang pengalaman mengikuti tes STIFIn bisa memberikan manfaat pentingnya mengenal potensi dan kepribadian kita saat ini dan kedepannya.